ISPA
Pendahuluan
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia
karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di
negara maju seperti Amerika Serikat, Kananda, dan negara-negara Eropa.
Pneumonia di Indonesia, merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor
sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Pada tahun 2006 di
Indonesia, WHO melaporkan sebanyak enam juta anak meninggal. Sehingga, untuk
negara-negara berkembang perlu mewaspadai, sebab hampir setiap harinya terdapat
300 anak yang meregang nyawa karenanya (Siswono,
2006)1.
Angka kejadian pneumonia di Sulawesi - selatan pada
tahun 2008 sebanyak 23,8 % dari proporsi penyakit penyebab kematian bayi
(Profil Propinsi SUL-SEL, 2009)2. Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Kabupaten Maros tahun 2007, angka kejadian pneumonia pada balita sebanyak 408
kasus. Tahun 2008 mengalami peningkatan, sebanyak 843 kasus dan pada tahun 2009
mengalami penurunan dengan angka kejadian sebanyak 512 kasus atau 11,2 % dari
jumlah balita yang menderita ISPA (Dinkes Kabupaten Maros, 2009)3.
Bahan dan Metode
Lokasi,
populasi dan sampel penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros tahun
2010, dari bulan maret sampai april 2010.
Penelitian ini adalah observasi analitik dengan menggunakan rancangan case
control study. Populasi sampel adalah
semua ibu yang memiliki anak balita (0 - < 5 tahun) dengan pneumonia di
Kabupaten Maros.
Sampel dalam penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok
: Kasus adalah ibu yang memiliki anak balita (0 - < 5 tahun) menderita
pneumonia yang mencari pengobatan pertama tidak pada tenaga kesehatan
(mengobati sendiri, ke dukun) di wilayah Kabupaten Maros (7 puskesmas) tahun
2009. Kontrol adalah . ibu yang memiliki anak balita (0 - < 5 tahun)
menderita pneumonia yang mencari pengobatan pertama pada tenaga kesehatan di
wilayan Kabupaten Maros (7 puskesmas) tahun 2009.
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan
responden yakni ibu, baik pada kelompok
kasus maupun maupun kelompok kontrol dengan menggunakan kuesioner sebagai alat
ukur.
Analisis Data
Analisis dapat dilakukan melalui beberapa tahapan
yaitu analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan
gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan
dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya dalam
bentuk tabel dan narasi. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat faktor
risiko antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Karena rancangan
penelitian ini adalah studi kasus kontrol, maka dilakukan perhitungan Odds
Ratio (OR). Dengan mengetahui besarnya OR, dapat diestimasi pengaruh dari
setiap faktor yang diteliti dan analisis multivariate. Pada analisis ini
dilakukan ujicoba bersama-sama, sehingga dapat dilihat variabel mana yang
paling berpengaruh terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia, karena
variabel independen merupakan variabel dikotomi, yaitu pengobatan pertama pada
non tenaga kesehatan (kasus) dan pengobatan pertama tenaga kesehatan (kontrol),
maka analisis yang digunakan adalah analisis logistik regresi.
Hasil
Penelitian
Karakteristik
Responden
Karakteristik responden yang diteliti dapat dilihat
pada tabel 1. Terlihat bahwa distribusi
responden menurut kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur, responden
dengan umur termuda adalah berusia 18 tahun dan yang tertua adalah 38 tahun.
Karakteristik responden menurut pendidikan menunjukkan bahwa sebagaian besar
responden berpendidikan SLTA yakni 47,0 %.
Hasil
analisis bivariat menunjukkan, signifikan terhadap variabel sikap, OR = 5,392, (95 % CI = 2,734 - 10,636) , kepercayaan pengobatan,
OR = 7,865, (95 % CI = 3,856 - 16,04),
dan pengetahuan, OR = 5,255, (95 % CI = 2,647 - 10,431). Variabel yang
tidak signifikan adalah pengalaman pengobatan, OR = 1,467 (95 % CI = 0,725 - 2,966) dan pekerjaan,
OR = 2,391 (95 % CI = 0,921-6,209). Variabel dukungan suami, keluarga atau
orang lain, bersifat protektif atau memberikan perlindungan pada ibu, untuk
tidak mencari pengobatan pertama ke non nakes, OR = 0,180 (95 % CI =
0,077-0,422). Setelah dilakukan analisis multivariat terhadap variabel-variabel
yang layak uji dengan mengunakan uji regresi logistic (sikap, kepercayaan
pengobatan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami, keluarga atau orang lain).
Hasil analisis mnunjukkan bahwa variabel pengetahuan merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia
dibanding dengan variabel lainnya, dimana Exp (B) adalah 5,965 (tabel 2).
Pembahasan
sikap
Sikap muncul dari berbagai
bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon
afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada
sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang
individu. Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu
objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap
signifikan terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia, untuk ibu
yang bersikap negatif berisiko sebesar
5,392 kali untuk mencari pengobatan pertama pada non tenaga kesehatan
dibandingkan dengan ibu yang bersikap positif.
Hal ini sesuai dengan teori Green (1980) dalam Muzaham (2007)4 bahwa
sikap berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok dalam melakukan
sesuatu, dengan demikian sikap positif akan memotivasi individu untuk mencari
pengobatan ke fasilitas kesehatan, sebaliknya sikap negatif akan memotivasi
individu untuk mencari pengobatan ke non nakes..
Variabel sikap merupakan variabel yang layak uji
multivariat dimana nilai p value = 0,000 < 0,25. Hasil analisis, menunjukkan
bahwa variabel sikap signifikan terhadap pencarian pengobatan pertama balita
pneumonia, nilai Exp (B) = 3,648, Confidence Interval = 1,553 - 8,556, tetapi
bukan merupakan variabel yang paling dominan terhadap pencarian pengobatan
pertama balita pneumonia.
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang
dilakukan Purwanti (2004)5, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
sikap mempunyai hubungan yang bermakna dengan pencarian pengobatan pertama
balita pneumonia, untuk ibu yang bersikap negatif berpeluang 2,16 kali untuk
mencari pengobatan ke non nakes.
Pengalaman Pengobatan
Pengalaman
seseorang mengenai penyakit akan mempengaruhi persepsinya mengenai penyakit
tersebut. Persepsi yang akan ditimbulkan akan bersifat positif dalam artian
mendukung pelayanan kesehatan yang dikelolah oleh tenaga kesehatan atau akan
besifat negatif yang mendukung pengobatan pada non tenaga kesehatan. Seseorang
yang memiliki pengalaman yang menjumpai kasus pneumonia yang pengobatanya
dilakukan pada tenaga kesehatan berpeluang untuk menggunakan sarana pelayanan
kesehatan apabila menjumpai kasus yang sama berikutnya (pengalaman positif).
Setelah
dilakukan analisis bivariat, variabel pengalaman pengobatan memiliki nilai OR
sebesar 1,467, dengan nilai Confidence Interval 0,725 – 2,966. Hal ini berarti
bahwa ibu yang tidak ada pengalaman berisiko sebesar 1,467 kali untuk mencari
pengobatan pada non tenaga kesehatan dibandingkan ibu yang ada pengalaman.
Secara Statistik variabel pengalaman pengobatan tidak signifikan terhadap
pencarian pengobatan pertama. Variabel pengalaman pengobatan tidak layak uji
multivariat, dimana nilai p value = 0,285 > 0,25.
Notoadmodjo (1993)6, menjelaskan bahwa
proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor berasal dari dalam
dan luar individu antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, proses
belajar, lingkungan dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa, suatu pengalaman
menjumpai kasus pneumonia tidak menjamin untuk membawa anaknya pada tenaga
kesehatan melainkan harus disenergiskan terlebih dahulu dengan faktor-faktor
lain yang turut mengambil peranan dalam pembentukan suatu perilaku.
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang
dilakuka Hendrawan (2003)7, menunjukkan bahwa variabel pengalaman
pengobatan tidak bermakna secara statistik, nilai OR sebesar 1,221.
Menurut Rosenstock dalam sumber yang sama,
menyatakan bahwa sikap dan kepercayaan mengenai institusi dan penyediaan
pelayanan medis berguna didalam memahami perawatan kesehatan pencegahan.
Tingkat penggunaan pelayanan kesehatan yang rendah berada pada kelompok etnis
tertentu yang pesimis (skepticism) terhadap manfaat pelayanan kesehatan modern.
Kepercayaan Pengobatan
Berdasarkan
hasil analisis bivariat diperoleh OR sebesar 7.865 dengan Confidence Interval
3.856 – 16.042. Variabel kepercayaan pengobatan signifikan terhadap pencarian
pengobatan pertama balita pneumonia. Hal ini berarti bahwa Ibu yang mempunyai
kepercayaan pengobatan tradisional berisiko sebesar 7.865 kali untuk mencari
pengobatan pertama pada non tenaga kesehatan dibandingkan ibu yang memiliki
kepercayaan pengobatan modern. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
Mar’at (1981)8 yang menyatakan bahwa kepercayaan (belief) merupakan komponen kongnisi
dari sikap. Kepercayaan berkembang dari adanya persepsi yang dipengaruhi oleh
pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan, dimana faktor pengalaman
dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang
dilihat sedangkan faktor pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti dalam
obyek tersebut. Selanjutnya komponen sikap yang lain, yakni komponen
afeksi memberikan evaluasi emosional
berupa senang atau tidak senang terhadap obyek dan kemudian komponen konasi
menentukan kesiapan tindakan terhadap obyek. Sebagai hasil dari proses ini,
tindakan bisa bersifat positif atau negatif.
Pengetahuan
Suchmn dalam purwanti (2004), menyebutkan bahwa
pengetahuan mengenai penyakit dan gejalanya kemungkinan dapat menjelaskan
mengapa kelompok etnis tertentu menggunakan beberapa sarana pelayanan
kesehatan. Asumsi yang umum adalah masyarakat akan lebih menggunakan sarana
pelayanan kesehatan apabila mereka mengetahui lebih banyak mengenai penyakit
dan gejalanya.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh OR
sebesar 5.255 dengan Confidence Interval 2.647 – 10.431. Hal ini berarti bahwa
Ada hubungan bermakna antara variabel pengetahuan dengan pencarian pengobatan
pertama balita pneumonia, Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang berisiko
sebesar 5.255 kali untuk mencari pengobatan pertama pada non tenaga kesehatan
dibandingkan ibu yang memiliki pengetahuan baik. Variabel pengetahuan juga
merupakan variabel yang layak uji multivariat, dimana nilai p value = 0,000
< 0,25. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai Exp (B) = 5,885, dengan
Confidence Interval 2,464 – 14,058, variabel pengetahuan merupakan variabel
yang paling dominan terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia.
Hal ini sesuai dengan hipotesis Health belief models
Resenstock, (1974) dalam Muzaham (2007), mengemukakan bahwa orang tidak akan
mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang mempunyai
pengetahuan dan motivasi minimal yang relavan dengan kesehatan, bila mereka
memandang keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap keberhasilan
suatu intervensi medis, dan bila mereka melihat adanya beberapa kesulitan dalam
melaksanakan perilaku kesehatan yang disarankan.
Pekerjaan
Ibu yang bekerja
diasumsikan memiliki informasi yang lebih mengenai penyakit pneumonia.
Disamping itu juga, dengan potensi pergaulan yang lebih luas, membuat ibu-ibu
yang bekerja memiliki cakrawala pandangan yang lebih baik mengenai kesehatan
sehingga dapat memberikan upaya pengobatan yang tepat bagi anaknya yang sakit
pneumonia. Ibu yang bekerja, juga mandiri secara ekonomi sehingga ia dapat
memilih pengobatan yang baik pada balitanya.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh nilai
OR sebesar 2,391 dengan Confidence Interval 0,921 – 6,209. Hal ini berarti
bahwa Ibu yang tidak bekerja berisiko sebesar 2,391 kali untuk mencari
pengobatan pertama pada non tenaga kesehatan dibandingkan ibu yang bekerja.
Variabel pekerjaan
tidak signifikan terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia. Hal
ini diasumsikan bahwa ibu yang bekerja memiliki mobilitas yang tinggi. Berbagai
aktivitas dan kesibukan Ibu yang bekerja dapat menghambat pencarian pengobatan
pertama pada pelayanan kesehatan. Disisi lain ibu yang tidak bekerja memiliki
waktu untuk lebih sering kontak dengan anaknya sehingga dapat lebih sering
memperhatikan keadaan anak, dan perubahan yang terjadi pada anaknya. Ibu yang tidak
bekerja juga memiliki keleluasaan waktu untuk mencari pengobatan pada fasilitas
kesehatan.
Dukungan
suami, keluarga atau orang lain
Beberapa studi
menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara upaya pencarian pengobatan dengan
pengaruh dari orang lain. Freidson dalam
Hendrawan (2003), mengamati bahwa sebelum mencari pengobatan profesional,
seseorang umumnya meminta pertimbangan dari keluarga atau teman mengenai apa
yang seharusnya mereka perbuat ketika menghadapi gejala penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh OR
sebesar 0,180 dengan Confidence Interval 0.077 – 0,422. Hal ini berarti bahwa
ibu yang tidak ada dukungan suami, keluarga atau orang lain dalam menentukan
pengobatan, tidak akan mencari pengobatan pertama pada non tenaga kesehatan.
Variabel dukungan suami, keluarga atau orang lain signifikan terhadap pencarian
pengobatan pertama balita pneumonia, Confidence Interval tidak mencakup nilai
1.
Variabel dukungan suami, keluarga, atau orang lain
dalam penelitian ini bersifat protektif terhadap pencarian pengobatan pertama
balita pneumonia. Diasumsikan bahwa tidak ada adanya dukungan suami, keluarga,
atau orang lain dalam memberi akses ibu untuk mencari pengobatan ke non nakes
seperti : informasi pengobatan atau biaya, ibu tidak akan membawa balitanya
berobat ke non nakes.
Berkaitan dengan biaya pengobatan, pelayanan
kesehatan saat ini sudah tidak membebankan biaya pada pasien. Dibandingkan
dengan pengobatan sendiri misalnya yang mesti mengeluarkan biaya dengan membeli
obat sendiri, apalagi pengobatan pada dukun yang mesti memberikan upah atas
jasa penyembuhan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 5 variabel
yang layak uji multivariat, variabel pengetahuan merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap pencarian pengobatan pertama balita pneumonia.
Bloom, (1965) dalam Ngatimin, (2005)9 mengemukakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Penelitian Rogers dalam Ashari (1990)10,
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : Tahap pertama adalah awarness
(kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek). Tahap kedua adalah interest (merasa tertarik)
terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek mulai timbul. Tahap
ketiga adalah evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi.
Tahap keempat adalah trial, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus. Tahap kelima adalah adoption, dimana subjek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
Rogers dalam sumber yang sama menyatakan
bahwa apabila perilaku baru atau adopsi perilaku disadari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif, maka sikap tersebut akan bersikap langgeng
(long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan
dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memberi
kontribusi yang besar terhadap perubahan perilaku. Perubahan sikap,
kepercayaan, seseorang dapat memiliki profesi pekerjaan yang baikpun harus menempuh
pendidikan. Pendidikan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan. Pengetahuan juga mempengaruhi dukungan sosial, ketika lingkungan
sosial dengan tingkat pengetahuan kurang maka diasumsikan dukungan sosial akan
berimplikasi pada perilaku negatif. Sebaliknya jika lingkungan sosial dengan
tingkat pengetahuan baik maka akan berimplikasi pada perilaku positif.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Maros, pada pelaksanaan penelitian beberapa puskesmas
dikeluarkan dari sampel penelitian sehingga terjadi perubahan pada proporsi
sampel ditiap puskesmas, semula 10 puskesmas menjadi 7 puskesmas karena
pertimbangan kelengakapan pencatatan. Bias seleksi kemungkinan besar terjadi,
karena diagnosa dari pneumonia ini hanya dilihat dari gejala klinisnya saja,
dan diagnosa dipuskesmas mungkin saja dilakukan bukan oleh dokter. Bias
informasi dapat saja terjadi dalam penelitian ini, mengingat inti dari
penelitian ini adalah kemampuan responden untuk mengingat kembali kejadian
pneumonia pada anak balitanya pada tahun 2009, terutama dalam pertanyaan
mengenai sikap dan pengetahuan responden terhadap pencarian pengobatan pertama.
Bias howthorme dapat juga terjadi dalam penelitian ini, mengingat bahwa
responden mengetahui bahwa dirinya sedang diamati sehingga dikhawatirkan
jawaban yang diberikan tidak obyektif dan memiliki kecedrungan menyenangkan
peneliti.
Saran
Perlunya ibu
meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit pneumonia,. Ibu
yang tidak bekerja, aktivitas kesehariannya dirumah sebaiknya tetap mencari
informasi mengenai penyakit pneumonia. Sedangkan ibu yang bekerja sebaiknya
tetap mempunyai waktu luang untuk balitanya. Dukungan sosial memegang peranan
penting dalam menentukan pengambilan keputusan, sebaiknya selain ibu, keluarga
dan masyarakat juga perlu pengetahuan tentang penyakit pneumonia, sehingga pola
pikir mereka berimplikasi positif.
Daftar
Pustaka
1.
Siswono, 2006, 1,8 Juta Anak
Balita Meninggal Akibat Pneumonia dan Meningitis, http://www.mediaindo.co.id. Tanggal 4 April 2006.
2.
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan. 2009. Profil Kesehatan Tahun 2008. SUL-SEL.
3.
Dinkes Kabupaten Maros, data pneumonia
balita tahun 2009.
4.
Muzham, Fauzi. 1995. Sosiologi Kesehatan. UI Press. Jakarta.
5.
Purwanti, Isti Endah. 2004. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan
Pencarian Pengobatan Pertama Penderita Pneumonia pada Balita di Kabupaten
Majalengka Tahun 2003. Tesis FKM UI.
6.
Notoatmodjo, 1993. Pengantar Ilmu Kesehatan
dan Pendidikan Kesehatan. Andi Offset. Yogyakarta.
7.
Hendrawan, Harimat. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Ibu Balita Dalam Pencarian Pengobatan pada Kasus-kasus Balita dengan
Gejala Pneumonia di Kabupaten Serang Banten Tahun 2003. Tesis FKM UI.
8.
Mar’at. 1984. Sikap Manusia Perubahan dan Pengukurannya, Galia. Jakarta.
9.
Ngatimin, Rusli. 2005. Ilmu Perilaku Kesehatan. Yayasan PK-3.
Makassar.
10. Ashari, 1990. Domain
Pengetahuan Terhadap Perilaku. http://id.shvoong.com. Tanggal 15 April 2010.
Lampiran
Tabel 1. Distribusi
Karakteristik Responden di Kabupaten Maros Tahun 2009
Kelompok Umur
(Tahun)
|
n
|
%
|
18 – 20
|
4
|
2,4
|
21 – 23
|
64
|
38,1
|
24 – 26
|
50
|
29,8
|
30 – 32
|
36
|
21,4
|
33 – 35
|
14
|
8,3
|
36 – 38
|
14
|
8,3
|
Pendidikan
|
||
Tidak Sekolah
|
8
|
4,8
|
SD
|
45
|
26,8
|
SLTP
|
8
|
4,8
|
SLTA
|
79
|
47,0
|
Diploma / PT
|
28
|
16,7
|
Jumlah
|
168
|
100
|
Sumber :
Data Primer 2009
Tabel.
2. Analisis Model Variabel Bebas (Pencarian Pengobatan pertama balita
pneumonia) dengan variabel terikat faktor predisposisi perilaku ibu (Sikap,
Kepercayaan pengobatan, Pengetahuan, Pekerjaan, dan Dukungan suami, keluarga,
atau orang) di Kabupaten Maros Tahun 2009
B
|
S.E
|
df
|
Sig
|
Exp(B)
|
95.0 %.C.I. for
Exp(B)
|
||
Lower
|
Upper
|
||||||
Sikap
|
1,295
|
0,436
|
1
|
0,003
|
3,648
|
1,553
|
8,566
|
Kepercayaan
|
1,736
|
0,442
|
1
|
0,000
|
5,675
|
2,388
|
13,488
|
pengetahuan
|
1,786
|
0,445
|
1
|
0,000
|
5,965
|
2,493
|
14,270
|
pekerjaan
|
0,667
|
0,621
|
1
|
0,283
|
1,948
|
0,576
|
6,585
|
Dukungan
|
-1,908
|
0,532
|
1
|
0,000
|
0,148
|
0,052
|
0,421
|
Constant
|
-10,908
|
1,732
|
1
|
0,000
|
0,000
|
Sumber :
Data Primer